Hai teman, awal tahun 90-an lalu saya pernah pergi transmigrasi ke Kalimantan dan tinggal di rumah panggung di atas air yang terbuat dari kayu. Waktu itu saya masih berumur 5 tahun (kalau gak salah). Fasilitas di tempat kami waktu itu masih terbatas. Mau jalan ke depan rumah saja, harus melewati jembatan kayu yang hanya ditata sedemikian rupa, dan saya sering kecebur karena terpeleset.
Air pun terasa asin. Dan air di situ tidak layak konsumsi. Untuk keperluan memasak, kami pakai air hujan yang ditaruh dalam sebuah tong. Tapi malah tong airnya seringkali penuh jentik nyamuk. Bahkan pernah karena saking hausnya, saya pernah minum minyak tanah karena dikira air putih, untung saja tidak kenapa-napa. Rasanya panas di bibir dan dada.
Jika saya keluar rumah, yang terlihat hanya hamparan air yang menggenang, hutan, dan rumah-rumah panggung dari kayu milik transmigran lainnya. Tidak ada halaman rumah buat saya untuk bermain menikmati masa kanak-kanak waktu itu.
Karena begitu turun dari rumah panggung, langsung nyemplung ke air. Di sana kami diberi sawah yang sangat luas, tapi tidak pernah panen karena setiap kali mau panen, air laut pasang dan menggenangi padi.
Akhirnya kami tidak betah. Selain karena ibuku terpaksa mengikuti Bapak pergi transmigrasi, juga karena adik saya tenggelam di depan rumah, untung saja masih terselamatkan oleh ibu saya yang langsung gercep menyelam. Dan hal itu membuat kami nekat untuk pulang ke Jawa, tanah kelahiran kami.
Nah, dari pengalaman inilah, saya bisa merasakan apa yang warga Desa Nusantara rasakan sebagai transmigran. Tepatnya seperti yang diceritakan oleh Bang Usman saat webinar #EcoBloggerSquad pada 14 April 2023 kemarin.
Webinar EBS Desa Nusantara
Di ceritakan olehnya, ia dan banyak warga Desa Nusantara lainnya, saat baru menapakkan kaki di sini pada 1981 lalu, mereka melihat desa ini seperti tempat jin membuang anaknya. Tidak ada jalan dan fasilitas yang cukup, dan yang lebih parah adalah karena sumber air gambut yang tidak bersih dan berwarna seperti teh, yang tentu itu tidak layak konsumsi…
Oleh karenanya, karena tidak ada pilihan lain, mereka terpaksa mengkonsumsinya hingga menyebabkan penyakit kolera atau muntaber (muntah berak) selama tiga bulan melanda kampungnya. Minimnya fasilitas membuat banyak korban berjatuhan. Bahkan saat bang Usman bercerita, sempat terseguk tangis mengingat kejadian menyedihkan di masa itu.
Ia mengatakan dalam sehari pernah sampai ada 11 orang meninggal dunia. Saat penguburan belum selesai, ada kabar jika saudara dari korban pun meninggal. Menyedihkan sekali pastinya.
Fasilitas kesehatan belum ada waktu itu. Karena untuk sampa ke pusat kesehatan, butuh effort yang lebih karena harus menggotong orang yang sakit sejauh 2 km ke dermaga kapal, dan masih menunggu kapal yang akan mengantarkannya ke puskesmas. Namun pada kenyataannya, tidak ada satupun orang yang terselamatkan dan semua meninggal saat dalam perjalanan.
Kejadian itu begitu pilu dirasakan. Dari Jawa punya mimpi untuk memiliki kehidupan yang lebih baik pulau sebrang, yang terjadi malah sebaliknya.
Hingga akhirnya musibah ini berangsur membaik setelah datang bantuan medis dari Jakarta menggunakan helikopter. Petugas medis pun memberikan penyuluhan kesehatan ke warga dan memberikannya oralit serta di dirikannya puskesdes atau pusat kesehatan desa agar warga mendapatkan layanan kesehatan. Namun begitu, bang Usman juga mengatakan jika fisik mereka semakin kebal walaupun harus mengkonsumsi air gambut yang seperti teh.
Desa Nusantara adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Air Sugihan, Kecamatan Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan. Dinamakan Desa Nusantara karena perusahaan yang menggarap tender pembukaan lahan untuk kawasan tansmigrasi di era orde baru di daerah Jalur 27 tersebut, bernama PT Nusantara. Luas desanya sekitar 259.300 hektar.
Warganya sendiri kebanyakan berasal dari Jawa Timur seperti dari Kediri, Tulungagung, Madiun, Mojokerto, Nganjuk, walaupun pemukiman yang pertama berasal dari Pandeglang dan Subang.
Di lokasi trasmigran ini, sebanyak 700 keluarga transmigran dibekali lahan seluas 2 hektar yang saat itu masih berupa lahan gambut, yang harus diolah sebelum ditanami.
Untuk pembagian lahan setiap keluarga dipolakan dengan skema Lahan 1 (L1) seluas 2 hektar. Dan Lahan 2 (L2) dengan luas 1/4 hektar. Setiap desa termasuk Desa Nusantara, diberikan lahan cadangan dengan pertimbangan bahwa jumlah warga desa akan bertambah dengan perhitungan L1+L2 sebanyak 1012 hektar, dan lahan cadangan seluas 2 hektar. Totalnya menjadi 1200an hektar. Dan saat ini ada sekitar 600 kepala keluarga di Desa Nusantara.
Lahan gambut yang masih dikelilingi hutan pun membuat mereka hanya bisa menanam sukun, singkong dan jagung. Itupun malah dirusak oleh hewan yang hidup di situ seperti monyet, babi, dan gajah karena sarang mereka tak jauh dari situ. Hal membuat warga tak bisa selalu memanennya.
Potensi Sumber Daya Alam Desa Nusantara
Awal mula warga Desa Nusantara hanya mengandalkan ransum dan jatah dari pemerintah. Namun lama-lama kelamaan mereka tidak bisa diam saja karena pastinya suport pemerintah tidak akan selamanya. Kemudian mereka kerja bakti membangun jalan karena saat itu tidak ada akses jalan untuk beraktivitas warga.
Selanjutnya mereka pun mencoba menanam padi di tahun 1982 dan berhasil panen. Namun di tahun selanjutnya yaitu 1983 hinga 1985, terjadi gagal panen dan kebutuhan warga sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Dan di akhir tahun 1980-an, panen padi kembali berhasil.
Walaupun begitu, hama kembali menyerang karena sarang binatang perusak tersebut berada dekat dengan lahan pertanian. Hal ini membuat inisiatif warga untuk membongkar sarang dan mengubahnya menjadi sawah, pun berhasil. Sehingga hama tersebut pergi, namun sayangnya padi tidak berbuah.
Desa Nusantara sendiri memiliki potensi sumber daya alam yang cukup bagus bagus. Selain padi, tanaman lain yang dihasilkan seperti kopi liberica, nanas, buah naga, nangka, buah naga, jeruk kunci, dan cabe rawit.
Selain itu, sebagian dari mereka juga berprofesi sebagai petani karet. Dan ada juga yang ternak kambing. Nah, kalau lagi musim hujan, ada banyak ikan yang datang sendiri dan jumlahnya banyak. Seperti gabus, lele, belut, dan banyak lagi yang lainnya.
Cerita Warga Desa Nusantara dalam mempertahanan wilayahnya dari perusahaan sawit
Di tengah perjuangan yang penuh drama, di tahun 2005 muncul PT. SAML yang akan membuka perkebunan sawit yang berada di banyak desa di Kecamatan Air Sugihan ini, termasuk Desa Nusantara. Ini karena perusahaan tersebut mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU dari Bupati OKI dengan NO: 460/1998/BPN/26-27/2005, untuk menggarap lahan seluas 42 ribu hektar.
Baca Juga : Lindungi Lahan Gambut, Lindungi Fauna Indonesia
Kemudian di tahun 2007, 17 Desa diantaranya berhasil dibebaskan dan hanya Desa Nusantara yang berhasil mempertahankannya. Jadi, perusahaan tersebut melakukan pengukuran tanah dan mengklaim sawah di Desa Nusantara sebagai hutan yang tidak dikelola. Mereka juga membangun parit dengan tujuan agar air tidak masuk ke lahan gambut yang saat itu difungsikan sebagai sawah. Tujuannya agar sawah kering untuk kemudian bisa ditanami sawit.
Karena merasa tidak mengambil tanah dari siapapun, warga Desa Nusantara pun melakukan perlawanan. Hingga pada tahun 2009, tiga warga Desa yaitu Sukirman, Syaiful dan Tursiman menjadi tersangka karena pengaduan yang dilakukan perusahaan sawit tersebut, namun sekarang sudah dibebaskan.
Selanjutnya di tahun 2010, warga masih mendapatkan tekanan dari perusahaan tersebut dan mendirikan FPNB atau Forum Petani Nusantara Bersatu. Forum inilah yang menjadi wadah bagi warga dalam menyalurkan aspirasi untuk melawan perusahaan.
Tekanan dari perusahaan yang mendapat dukungan dari pihak kepolisian, membuat warga desa memutuskan untuk menggalang aliansi yang lebih besar dan menyiapkan kadernya untuk bertarung menjadi kepala desa.
Baca Juga : Pentingnya Melindungi Hutan demi Stop Perubahan Iklim
Hingga akhirnya pada 2017 kader FPNB berhasil dan sejak saat itu tekanan dari perusahaan dan kepolisian jauh lebih berkurang. Selanjutnya memasuki covid-2019, intervensi dari perusahaan hampir tidak ada. Hingga kemudian FPNB kembali merapatkan barisan dan bersiap untuk mendesak pemerintah membatalkan hak guna usaha dari perusahaan sawit tersebut.
Di saat yang bersamaan, WALHI atau Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan yang juga telah mendampingi petani sejak 2012, kembali lanjut setelah sebelumnya vakum akibat pandemi.
Tentang kekayaan alam Indonesia sebagai aset berharga untuk mencegah kerusakan lingkungan penyebab laju perubahan iklim
Nah, di sesi lain, juga hadir narasumber yaitu Bang Adam (Manager Pengembangan Potensi Rakyat Eknas WALHI) yang membahas tentang kekayaan alam Indonesia dan juga Dana Nusantara.
Beliau menjelaskan bahwa Indonesia memiliki bentang alam yang sangat luas dengan berbagai jenis sumber daya alam yang ada. Seperti lautan, pulau, kawasan hutan, daratan, karst, lahan gambut, mangrove, danau, yang kesemuanya harus dijaga kelestariannya. Dari kekayaan alam tersebut, didalamnya terdapat berbagai macam keanekaragaman hayati yang sangat banyak. Baik tumbuhan atau hewan.
Selain itu, jumlah suku dan bahasa pun cukup banyak. Jika digabungkan, Indonesia bisa menjadi negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kata bang Adam melanjutkan.
Namun sayangnya, ditengah kekayaan keanaragaman hayati tersebut, pemerintah justru ingin menyeragamkan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, tidak patuh pada takdir bentang alam yang kaya karena kenyataannya izin konsesi besar-besaran banyak diberikan pada pihak swasta, seperti pemegang izin tambang, pemegang penguasaan hutan, dan pemegang izin perkebunan besar. Kita bisa lihat pada arsiran di bawah bahwa darat dan laut sudah diberikan penguasaannya pada korporasi/ swasta.
Wilayah Indonesia sudah banyak dikuasai industri. Biak darat atau laut. Lihat arsiran. Dok. Webinar EBS.
Hal itu membuat warga baik itu masyarakat adat maupun komunitas lokal, kehilangan kesempatan untuk menjaga ekosistem global. Sebagai informasi, saat ini di Indoenesia sudah terdapat 24 juta hektar lahan sawit. Jumlah yang sangat luas sekali.
Apa dampaknya bagi lingkungan jika pengelolaan sumbe daya alam tidak ramah lingkungan?
Baca Juga : Kearifan Lokal Masyarakat Adat dan Upaya Mencegah Laju Perubahan Iklim #SahkanRUUMasyarakatAdat
Dampaknya bisa kita lihat sendiri, karena saat ini bencana alam hampir terjadi setiap saat. Seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan sebagainya. Saat di tempat lain banjir, di tempat lainnya justru kekeringan.
Data bencana alam yang dikeluarkan oleh BNPB menunjunkkan, pada 2022, gempa bumi terjadi sebanyak 22 kali, kebakaran hutan 94 kali, kekeringan 1 kali, banjir 756 kali, tanah longsor 377 kali, cuaca ekstrem 694 ali, dan gelombang pasang & abrasi 11 kali.
Peran Dana Nusantara dalam mendukung pengelolaan wilayah berbasis lingkungan, guna mencegah laju perubahan iklim
Menurut bang Adam, secara umum Dana Nusantara adalah dana yang diperuntukkan bagi komunitas lokal dan masyarakat adat yang punya banyak permasalahan dalam menjaga ekosistem di muka bumi ini. Seperti yang dialami oleh Desa Nusantara misalnya.
Melihat permasalahan lingkungan yang banyak terjadi, WALHI yang beranggotakan oraganisasi-oraganisasi yang peduli terhadap lingkungan hidup, mempromosikan pengakuan dan wilayah kelola rakyat (WKR) sebagai model pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi pada pemulihan ekosistem dan upaya kolektif untuk mengurangi dampak krisis iklim dan bencana ekologis.
Bang Adam menambahkan, WALHI tidak mendukung pengelolaan sumber daya alam semua harus jadi perkebunan atau tambang, atau sejenisnya yang bersifat destruktif. Namun ia mendukung pengelolaan alam yang ramah lingkungan.
Misalnya di Sulawesi Selatan yang memiliki karst sebagai penyimpanan air terbaik, ditunjuk menjadi sumber penyedia pangan terbesar di Indonesia. Kemudian NTT yang punya sabana dengan hewan ternaknya, melahirkan orang-orang yang mahir dalam beternak.
Kedua interaksi ini melahirkan transaksi yang saling menguntungkan. Orang Sulsel ke NTT membawa hasil bumi seperti beras dan hasil bumi lainnya, dan orang NTT menjual ternaknya ke orang Sulsel. Model transaksi seperti inilah yang diharapkan WALHI karena tidak merugikan lingkungan, serta mensejaterakan masyarakat adat dan meningkatkan ekonomi lokal.
Dari praktik pengelolaan alam berbasis lingkungan ini, ada hasil nyata yang bisa dibuktikan. Di Sulawesi Selatan contohnya, ada sebuah desa bernama Desa Labo, menunjukkan perubahannya setelah dikelola oleh rakyat. Di tahun 2004, hutan yang tadinya gersang dan gundul, berubah menjadi hijau di tahun 2009. Ini fotonya.
Nah, model-model pengelolaan SDA seperti itulah yang oleh WALHI dipersiapkan untuk bisa mengakses Dana Nusantara. Menurut WALHI, upaya-upaya pelestarian lingkungan seperti itu akan berkontribusi baik bagi ekosistem alam di Indonesia, baik lokal ataupun internasional.
Dana Nusantara juga mendukung penerapan tekhnologi tepat guna. Misalnya karena ia pernah memberikan greenhouse kepada petani lokal yang mengembangkan hobi terkait lingkungan dan berbagai macam rempah.
Apa dampaknya bagi petani? Salah satu contohnya yaitu Desa Tanjung Aur di Jambi, pada tahun 2010 desa tersebut terlihat gersang dan gundul. Namun karena mendapatkan akses Dana Nusantara, ia kembali menjadi hijau di tahun 2022. Ini fotonya.
Jadi, Dana Nusantara dimanfaatkan untuk alokasi inisiatif masyarakat adat di tingkat tapak, agar punya kemampuan memulihkan kembali potensi sumber daya alamnya. Begitu sih yang dijelaskan oleh Bang Adam kemarin. Adapun jika dibuat lebih rinci sedikit, berikut manfaat Dana Nusantara :
- Mendorong kemandirian pada komunitas lokal
Melalui pendanaan dan juga pelatihan, komunitas lokal bisa mengembangkan inisiatif dan ide tentang pengelolaan sumber daya alam secara mandiri, sehingga berujung pada kesejahteraan dan terciptanya lingkungan hidup yang baik di wilayah yang mereka kelola masing-masing.
- Meningkatkan partisipasi komunitas lokal dalam mengelola sumber daya alam.
Dengan mereka terlibat langsung dalam pengelolaan, perencanaan, dan evaluasi kegiatan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, mereka akan memiliki tanggung jawab dan peran yang besar dalam menjaga lingkungan hidup.
- Membangun kesadaran bagi komunitas lokal akan pentingnya isu lingkungan hidup
Dengan dukungan model pengelolaan SDA yang berkelanjutan, mereka akan paham bahwa menjaga lingkungan hidup itu penting. Mereka jadi paham bagaimana merencanakan pengelolaan SDA yang baik dan berkelanjutan, dampaknya bagi alam dan kehidupan mereka dari hulu ke hilir.
- Meningkatkan dukungan dan partisipasi dari banyak pihak
Penerapan Dana Nusantara dapat meningkatkan dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak, baik itu dari masyarakat, pemerintah, ataupun organisasi yang peduli soal lingkungan hidup. Dengan mereka terlibat langsung, akan menciptakan sinergi dan kerjasama dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Efek perubahan iklim yang terjadi di Desa Nusantara
Di webinar kemarin, ada peserta yang menanyakan bagaimana pengaruh perubahan iklim di Desa Nusantara? Dan narasumber yang menjawab yaitu Bang Usman. Jadi selama 5 tahun terakhir, petani di Desa Nusantara tidak bisa menentukan musim panen dengan jelas.
“Kalau panen gak bisa nebak musim. Agustus bener-bener kemarau, mereka (para petani) persiapan lahan, September sampai Oktober persiapan tanam, Desember – Januari panen. Tapi karena perubahan iklim, semua jadi kacau. Jadi bener-bener terangantung hujan. Adapun dampaknya yaitu jika harusnya persiapan tanam bulan agustus, berpindah ke bulan november”
Baca Juga : 5 Hal Yang Akan Terjadi saat Suhu Bumi Naik 1,5 Derajat di Awal 2030
Lalu, bagaimana peran Desa Nusantara dalam mencegah laju perubahan iklim?
Nah, jika ditanya bagaimana pengaruh Desa Nusatara dalam mendukung laju perubahan iklim? Tentu saja dari awal sudah jelas. Mereka adalah kelompok masyarakat yang mempertahankan wilayahnya dari terciptanya hutan tanamanan atau dalam hal ini perkebunan sawit. Yang artinya mereka mempertahankan lahan gambut tetap seperti sedia kala.
Saat pembukaan lahan perkebunan, biasanya gambut akan dibakar dan kepulan asapnya itu lho, menimbulkan polusi dan berkontribusi pada efek pemanasan global. Dengan mereka menjaga Desa Nusantara, artinya mereka menjaga lingkungan tetap lestari. Karena cara mereka mengolah tanah dan lingkungannya dengan cara yang baik dan ramah lingkungan.
Dan semoga Desa Nusantara menjadi desa percontohan bagi desa-desa lainnya dalam menjaga dan memanfaatkan lingkungan dengan baik, sehingga dapat tercipta kesejahteraan dan kemandirian ekonomi, namun tanpa melakukan aktivitas yang bersifat destruktif atau merusak lingkungan. Satu hal yang bikin saya salut adalah karena mereka begitu kuat dan konsisten dalam mempertahankan desanya. Dari 18 desa di kecamatan tersebut, hanya Desa Nusantara yang kekeuh mempertahankan lingkungannya. Dan itu tidak mudah karena harus mengorbankan banyak nyawa. Satu kata, saluuuttt.
Dan semoga juga para pemimpin-pemimpin di negara ini bisa bersikap lebih adil agar rakyatnya, terutama mereka dari kalangan bawah agar hidup makmur sejahtera, hidup rukun, tanpa ada selisih antara satu pihak dengan pihak lainnya. Sehingga tercipta kedamaian hidup. Karena manusia adalah makhluk sosial, dan bumi adalah milik kita bersama yang harus dijaga kelestariannya.
Terima kasih sudah membaca sampai akhir, salam lestari
Sumber gambar dan artikel : dokumentasi webinar Desa Nusantara x Eco Blogger Squad 2021
Wah ternyata Kang Amir pernah ngalami kejadian yang traumatik juga ya, pas di Kalimantan pula, adik tenggelam tapi bersyukur bisa diselamatkan. Karena di Balikpapan juga sempat kejadian, ada anak balita yang tewas karena jatuh ke laut dari rumahnya. Rumahnya juga di atas air, sedih banget.
Serem banget kak tempat tinggal dulu waktu transmigrasinya. Aku dari lahir tinggal di Pulau Jawa gak pernah mengalami tinggal di tempat yang susah akses kemana-mana bahkan untuk sekedar tempat tinggal aja.
Makanya gak pernah terbayang kalau sesulit itu hidup di Kalimantan dan pulau² yg sulit terjamah dari kota besar.
Tapi, Alhamdulillah ya ada alokasi Dana Nusantara yg bisa membantu masyarakat sana. Semoga masyarakatnya sejahtera dan mudah mendapatkan akses terutama kesehatan. Gimana kalau ada yg melahirkan ????
Keren nih, inspiratif
Jadi pengen nyobain rasa Kopi Liberica.
Mudahan ada di salah satu tempat ngopi di Lombok.
Versi tanpa gula, biar terkenang-kenang dengan rasa khasnya.
Ikut sedih baca kisah Kang Amir masa anak-anak dulu. Semoga ya Dana Nusantara bisa makin jauh jangkauannya untuk mengangkat masyarakat adat. Lewat tangan dingin mereka justru pelestarian lingkungan tetap terjaga.
Semoga Desa Nusantara bisa terus bertahan dari gempuran berbagai pihak yang menekan di sana sini, semoga pula pemerintah bisa terus mengayomi masyarakat seperti di desa nusantara ini
Jadi Desa Nusantara ini awalnya dari program transmigrasi ya Kak di.tahun 1981? Dulu fasilitas kesehatan dan lainnya belum merata. Padahal potensi alamnya cukup bagus ya. Kopi Libero jadi pengen nyobain rasanya.
Keren banget nih konsep desa Nusantara. Banyak hal yang bisa dilakukan termasuk pencegahan dinamika iklim. mudah-mudahan semakin banyak desa Nusantara. Bisa sampai di kampungku. Secara, aku juga transmigrasi. Hehe ..
Perjuangan yang luar biasa dari para transmigran pembuka lahan yang udah disiapin pemerintah, ternyata banyak hambatan nya. Sebel juga isilop malah mbantuin perusahaan, bukan nya nolong petani, hikss
Masyaallah, ternyata Kang Amir pernah tinggal di Kalimantan. Saudara saya banyak di Kalimantan Barat mas. Sampai sekarang mereka di sana, sudah puluhan tahun. Alhamdulillah sekarang sudah jadi kota. Dahulu? Wiiiih, kaki saja kalau jalan harus dibungkus plastik lantaran semua jalan berlumpur.
Perjuangan Desa Nusantara patut dijadikan contoh. Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Asalkan teguh.