Pada 12 Agustus 2022 lalu saya mengikuti webinar tentang masyarakat adat dengan narasumber Kak Mina Setra dari AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). Dimana beliau sendiri merupakan orang asli Kalimantan (dari Sanggau) dan cukup dekat masyarakat adat.

Webinar yang diikuti oleh sekitar 65 #EcoBloggerSquad ini tema-nya cukup menarik. Dan seperti biasanya, webinar ini diawali dengan kuis berhadiah, dimana semua peserta sangat gercep dalam menjawab pertanyaan.

Kak Mina sendiri bergabung dengan AMAN sejak tahun 1999, mulai dari masih di Kalimantan Barat hingga sekarang pindah ke Jakarta. Aliasnya sudah 23 tahun beliau bergabung

Sekilas tentang masyarakat adat

Tentang masyarakat adat ini, webinar pun dimulai dengan membahas apa itu masyarakat adat itu sendiri? Menurut Kak Mina, tidak ada definisi khusus tentang masyarakat adat baik secara nasional ataupun internasional. Hal itu dikarenakan keberagaman budaya dan culture masyarakat adat yang membuat susah didefinisikan.

Masyarakat adat ini punya wilayah adat dan mereka terikat kuat dengan hukum adat yang berlaku di komunitasnya. Hukum adat ini pun secara turun temurun mereka patuhi.

Tapi jika bisa saya definisikan, masayarakat adat yaitu suatu kelompok masyarakat yang hidup dengan berpegang teguh pada prinsip dan hukum adat di daerahnya yang berasal dari leluhurnya. Misalnya seperti masyarakat adat baduy yang selalu menggunakan pakai hitam.

Baca Juga : 8 Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Saat Musim Kemarau

Warna hitam menurut mereka yaitu sebagai simbol persatuan, kesederhanaan, persamaan dalam segala hal. Dan mereka juga tidak memakai alas kaki seperti sandal misalnya.

Masyakarat-Adat-Baduy

Masyakarat Adat Baduy di Lebak, Banten. Dok. https://www.amnesty.id/

Mengenai hukum adat ini, jika di hukum kita ada jaksa atau ketua hukumnya, di masyarakat adat pun ada penegak hukumnya. Misal karena ada perangkat adat, tetua adat, dan sebagainya.

Menurut Kak Mina, hukum adat ini ditegakkan bukan untuk menghukum mereka yang bersalah, tapi untuk mengembalikan keseimbangan. Dan setiap denda adat dijatuhkan, selalu dilakukan ritual-ritual terkait.

Dan karena ini masyarakat adat yang cara berkomunikasinya hanya dengan lisan, maka hukum ini bisa mereka pahami dalam ingatan mereka. Berbeda dengan kita yang tidak bisa lepas dengan media tulis menulis atau kertas. Jadi boleh dibilang jika ingatan mereka cukup kuat.

Dalam masyarakat adat, setiap komunitas juga punya perangkat masing-masing. Misal karena ada yang menentukan kapan berladang, kapan diadakan upacara kelahiran, upacara kematian, dan sebagainya.

Saat seseorang berkunjung ke hutan adat, juga ada tata caranya tersendiri. Dan biasanya mereka akan diberitahu sebelumnya mengenai tata cara atau unggah-ungguh kalau dalam adat Jawa.

masyarakat adat

Masyarakat adat dalam ritual tolak bala pandemi covid-19

Kalau kata Kak Mina, jika seseorang berkunjung ke hutan adat dan melihat ikan besar, kita tak tak boleh bilang “wah ikannya besar-besar” karena ikan tersebut bisa menghilang.

Atau semisal kita melihat teman kita yang berada di kejauhan, kita pun tidak boleh memanggilnya dengan berteriak. Karena bisa jadi nanti yang menjawab adalah mereka yang tak terlihat. Jadi kudu dalam hati saja dan harus mematuhi tata caranya.

Masyarakat adat ini tinggal dimana?

Dulu saya pernah melihat tayangan televisi yang memperlihatkan bahwa masyarakat adat tinggalnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun tidak semuanya karena ada juga yang tinggal dalam sebuah rumah panjang dan berkelompok seperti di foto di bawah ini.

 rumah-panjang-masyarakat-adat-kalimantan

Rumah panjang masyarakat adat di Kalimantan. 

Hal unik tentang masyarakat adat

Masyarakat adat ternyata punya beberapa hal unik yang tidak dimiliki orang pada umumnya. Misal karena mereka memiliki ingatan yang kuat.

Contohnya dalam membuat kerajinan anyaman berupa tas atau kain tenunan dengan motif yang lumayan rumit, mereka tidak mencontoh pola dalam sebuah gambar, tapi hanya mengandalkan ingatan.

Baca Juga : Perjuangan Desa Nusantara Mempertahankan Wilayahnya Sekaligus Mencegah Laju Perubahan Iklim

Bayangkan, itu pola yang cukup rumit. Dalam tenunan modern yang dicetak, umumnya kita mencontoh pola yang sudah ada. Tapi mereka tidak. Bagaimana membuat bentuk pola secara simetris, menaruh warna yang sesuai, dan sebagainya, mereka melakukannya hanya berdasarkan ingatan. Tentu ini akan sulit dilakukan sebagian besar orang, tapi mereka bisa.

tenunan-khas-masyarakat-adat

Tenunan khas masyarakat adat yang dibuat hanya mengandalkan kemampuan mengingat dan berpikir, tanpa adanya sketsa atau contoh pattern dalam gambar. 

Kak Mina pun menyayangkan jika ada konsumen yang menawar karya mereka dengan harga murah, karena itu sulit sekali membuatnya. Kerajinan yang mereka buat seperti tas, tikar, dan sebagainya.

Hubungan masyarakat adat dengan pencegahan perubahan iklim

Saat ini kita sendiri sudah mulai merasakan betapa tidak enaknya hidup dengan iklim yang tidak jelas dan tidak menentu. Misalkan karena musim hujan berkepanjangan yang membuat tanaman-tanaman terutama sayuran sulit tumbuh sehingga harga melonjak.

Atau saat 2019 dulu, kita pernah mengalami kemarau panjang yang cukup berat karena dasar sungai yang dikeruk jadi sumur pun, airnya habis. Iya, di tempat saya ada yang begitu. Bayangkan coba? Sedangkan kita tak bisa hidup tanpa air.

Dan saat ini pun, kondisi iklim sangat tidak menentu dan tak bisa ditebak. Harusnya di tempat saya sudah musim kemarau sejak lama, tapi hujan lebat masih turun, walaupun saat tulisan ini diketik, hujan sudah berhenti turun beberapa hari. Berikut gambar tentang akibat perubahan iklim. 

akibat kebakaran hutan gambut

Akibat perubahan iklim. Sumber : Dr. Herlina 

Dan jika dihubungkan dengan masyarakat adat, menurut Kak Mina, 80% biodiversity dunia diamankan oleh masyarakat adat. Bagi mereka, hutan adalah supermarket karena semuanya ada di sana. Sayur-sayuran, buah-buahan, daging, air, pohon, alam yang sejuk, oksigen, semuanya ada di hutan.

Masyarakat adat juga senantiasa menjaga hutan karena memang tempat hidup mereka, sekaligus sumber pangan seluruh umat manusia. Walaupun hidup di hutan, tapi mereka hanya mengambil secukupnya dan tidak berlebihan karena akan diwariskan ke anak cucu mereka. Itu artinya, merekalah yang secara langsung menjaga hutan tetap lestari.

Baca Juga : Pentingnya Menjaga Keanekaragaman Hayati Untuk Mencegah Perubahan Iklim

Saat berladang, mereka kadang harus membakar hutan. Namun mereka paham betul bagaimana cara melakukannya dan cara mereka pun legal karena diatur dalam undang-undang.

Hal ini tertuang dalam undang-undang No. 32 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 69 ayat (2), bahwa membuka lahan dengan cara membakar dan memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing itu diperbolehkan.

UUD-tentang-masyarakat-adat

Undang-undang tentang masyarakat adat. 

Menurut Kak Mina yang pernah menyaksikan langsung proses pembukaan lahan oleh masyarakat adat ini, jadi dalam waktu satu jam saja, api sudah padam dan tidak menular ke ladang lain.

Mereka memperhatikan betul batas-batas api dan tahu bagaimana agar tidak merambat ke wilayah lainnya. Karena jika sampai menular, maka denda adat akan dijatuhkan.

Dan seperti di atas saya tuliskan, masyarakat adat ini hidupnya berpindah-pindah. Dan itu artinya lokasi berladang mereka pun berpindah pula. Namun mereka hanya berpindah di circle dan titik yang sama. Aliasnya tidak sampai merambah ke tempat lainnya, sehingga tidak merusak hutan.

Saat berladang, masyarakat adat punya cara tersendiri. Yaitu karena mereka akan membaca musim bertani dengan melihat bintang jenis tertentu. Jika sedang naik, maka waktu yang tepat untuk berladang. Jika bintang sudah turun, maka waktu berladang pun telah selesai.

Program pulang kampung masyarakat adat hutan

Semakin berkembangnya zaman, banyak masyarakat adat sudah mulai membaur dengan teknologi dan modernisasi, terutama anak mudanya. Dimana banyak dari mereka yang merantau ke kota ketimbang hanya mengandalkan hutan. Sehingga kearifan lokal masyarakat hutan pun berkurang, ritual-ritual pun berkurang.

Padahal untuk bisa maju tidak harus keluar wilayah. Oleh karena itu, di masyarakat adat pun saat ini sudah diadakan program rehabilitasi. Yaitu dengan menanam kembali lahan yang sudah rusak supaya jadi hutan lagi.

Kemudian yang paling terlihat berkembang yaitu gerakan anak muda pulang kampung dengan memanggil anak muda dari masyarakat adat untuk kembali menjaga wilayah adatnya.

Kak Mina juga mengatakan jika pandemi membuktikan bahwa kampung adalah tempat paling aman dan paling sejahtera karena banyaknya sumber pangan.

Dan ternyata program tersebut berhasil karena banyak anak muda berhasil pulang. Alasan mereka merantau karena mereka mungkin ingin seperti orang-orang, namun di tempat asal mereka sulit akan pekerjaan.

Nah, di program pulang kampung ini, awalnya tetua mereka ragu apakah mereka serius melakukannya? Dan ternyata setelah mereka berhasil, para tetua mereka percaya dan anak-anak mudahnya pun betah tinggal di kampung mereka untuk menjaga wilayah adatnya.

Di program ini, mereka membangun konservasi berbasis organik melalui pertanian. Misal seperti menanam berbagai sayur mayur, buah-buahan, atau tanaman herbal. 

Hasil pertanian masyarakat adat yang melimpah. Geser untuk gambar lainnya. 

Untuk tanaman herbal, bahkan mereka membuat pertanian berbasiskan wisata. Jadi orang datang belajar bertanaman herbal sekalian berwisata. Aliasnya mereka dapat dua keuntunga dari wisata dan tanaman herbal itu sendiri. Kalau di Sulawesi Selatan, ada komunitas pertanian herbal, namanya arangangia. Kalian bisa cari di google.

Oleh karenanya, akhirnya mereka betah karena ada pekerjaan yang menghidupi mereka di kampung halamannya. Bahkan penghasilan mereka pun cukup besar.

pertanian-herbal-anak-muda-masyarakat-adat-berbasis-konservasi

Wisata tanaman herbal. Pengunjung bisa belajar sambil ngopi-ngopi bahkan menginap di sini.

Untuk sekali panen bisa sampai 40-50 juta. Dan dalam setahun mereka bisa 2-3 kali panen. Jenis tanaman-tanaman yang ditanam yaitu seperti semangkai, cabai, tomat, timun, labu air, dan sebagainya.

Nah, dengan gerakan pulang kampung ini, diharapkan para pemuda yang tentunya lebih energik dan lebih berilmu, mereka bisa mempertahankan wilayah adat mereka, dan terus dapat menjaga hutan mereka agar tetap lestari. Karena hutan adalah sumber pangan bagi mereka, dan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup.

Kiri, mas Odih, petani masyarakat adat di Banten. Kanan, petani di Riau yang menjual semangka dan akhirnya dibeli para tentara.

Namun sayangnya, yang masih menjadi problem sekarang adalah karena rancangan undang-undang (RUU) masyarakat adat masih sulit untuk direalisasikan atau disahkan. Padahal sudah ada sejak 2010, aliasnya sudah 12 tahun.

Ini dikarenakan kurangnya dukungan publik akan hal ini. Maka dari itu, mari kita bersama-sama bergerak untuk mendukung masyarakat adat dan RUU ini agar segera disahkan.

Karena dalam UUD tersebut ada pengakuan tentang pengakuan masyarakat adat. Dengaan UUD ini, akan menjadi sejarah besar dan akan membantu masyarakat adat agar terpenuhi hak-haknya. Hak-hak seperti wilayah adat mereka, hutan mereka, dan sebagainya.

Kenapa AMAN mengundang khalayak umum untuk mendukung terbentuknya UUD ini? Jawabannya tidak lain karena UUD masyarakat adat susah sekali didorong.

“Karna dulu pernah melakukan penelitian? Karena dorongan dari publik gak cukup kuat. Karna yang ngurusi ya cuma kita-kita aja. Publik gak ada” ungkap Kak Mina

Oleh karenanya, dibutuhkan squad untuk mengkhalayakkan tentang masyarkat adat tentang kesehariannya, pangan, kebudayaan, fashionnya, dan juga peran penting masyarakat adat dalam menjaga lingkungan, demi mencegah perubahan iklim. Jadi semakin banyak suara tentang masyarakat adat, RUU ini segera disahkan.

“Kalau tidak ada masyarakat adat, pasti lebih cepat rusaknya bumi. 80% biodiversity dunia, diamankan di tangan masyarakat adat. Penting untuk menjaga para penjaga, penjaga hutan, lingkungan” tambah Kak Mina”

Lalu, apa saja sih hak-hak masyarakat adat?

1. Mereka berhak mengusai dan mengatur serta mengelola wilayah adat mereka beserta segala sumber daya alam yang ada di dalam wilayah adatnya.
2. Menjalankan hukum adat yang berlaku
3. Menjalankan dan juga mengembangkan tradisi serta pengetahuan, serta identitas budaya mereka
4. Menganut kepercayaan mereka masing-masing
5. Mendapatkan layanan pembangunan dan juga kesehatan serta pendidikan
6. Lingkungan hidup yang sehat
7. Mendapatkan informasi yang jelas dan transparan atas wilayah hukum adatnya jika semisal ada rencana pembangunan yang akan dilakukan oleh pihak lain, semisal perusahaan. Dan mereka berhak menolak atau menerimanya.

Dari hak-hak tersebut, menjadi bukti bahwa mereka sama dengan kita yang bukan masyarakat adat. Sehingga kita memang perlu mendukung terus agar RUU Masyarakat Adat disahkan.

Nah, itulah sedikit cerita tentang peran penting masyarakat adat terkait perubahan iklim dalam tulisan yang sangat sederhana ini. Sejatinya masyarakat adat sama dengan kita, sama-sama punya hak. Bahkan mereka punya peran penting menjaga kelestarian bumi secara langsung karena mereka tinggal di hutan.

Tanpa hutan, lingkungan dan kondisi bumi kita akan terus tergerus perubahan iklim. Dan tentu saja kita yang rugi. Apalagi karena banyak orang yang pintar dan cerdas dengan ilmunya, tapi malah disalahgunakan buat minterin dan membodohi orang lain.