Foto : https://pixabay.com/photos/sunset-men-silhouettes-helping-1807524/

Lebih baik punya sedikit teman tapi dapat membuat hidup kita lebih baik, daripada punya seribu teman tapi toxic. Ya, mungkin kalian pernah dengar ungkapan seperti itu, kan?

Banyak teman banyak rejeki, begitulah yang sering kita dengar. Terlebih jika kita sudah punya banyak teman, dan semuanya mendukung kehidupan kita sehingga membuat kita jauh lebih baik. Tapi mungkin jarang ada yang seperti itu.

Saya termasuk orang yang hanya punya sedikit teman, tapi mereka semua memberikan pengaruh positif dan mendukung apa yang kulakukan. Saya akan menjauh jika missal bertemu teman yang malah akan menjerumuskanku dan tidak membawa perkembangan.

Dan beruntunglah saya pernah mengenal seorang teman, sebut saja Farhan. Saya bertemu dengannya karena saya pernah bekerja pada usaha Abangnya sewaktu masih merantau dulu.

Saya tidak kenal dia sebelumnya. Namun karena sepertinya kami memiliki kesamaan hobi, sama-sama hobi dengan tekhnologi, membuat saya jadi berteman akrab. Bahkan saat saya harus jalan ramai-ramai dengan teman kuliahnya, saya merasa PD saja.

Ya, saya menjadi sangat bersemangat jika harus berkumpul dengan orang-orang intelektual yang punya wawasan tinggi. Karena mereka dapat berbicara atau menilai sesuatu dari banyak sudut pandang. Terlebih karena basic pendidikan mereka semua itu tekhnologi.

Saya mulai menulis blog tahun 2010. Dan itu pun berawal dari sebuah buku yang dikasih olehnya. Saya tahu dunia blog juga darinya. Bahkan mengenal computer pun darinya.

Seusai bekerja, seringkali saya tidak pulang dulu karena teman saya ini punya komputer tabung dan saya boleh memainkannya biarpun dia sedang pergi karena sudah diberi izin.

Saya masih ingat ketika belajar membuat blog di warnet di daerah Kreo Selatan arah Cipadu, Tangerang. Lokasinya ada di sebrang jalan. Dan, saya dikenalkan warnet pun olehnya.

Dulu tampilan blog masih sederhana sekali. Pertama kali kata yang terbesit tentang blog adalah “posting” dan kata tersebut masih terngiang-ngiang hingga sekarang.

Hingga waktu-waktu berikutnya, seusai bekerja, seringkali saya ke warnet karena tekhnologi ini ternyata sangat menarik. Berbagai hal saya eksplorasi layaknya anak kecil yang dikasih smartphone oleh orang tuanya.

Suatu waktu, saya dikasih buku tentang blog dan saya tamat membacanya sampai dua kali. Di situ juga diceritakan tentang dunia podcast yang saat ini tenar kembali.

Setelahnya, saya banyak membaca buku-buku komputer yang saya beli di toko buku bekas dan beli online. Saya sangat penasaran dengan dunia tekhnologi informasi dan bercita-cita hidup dari menulis.

Beberapa tahun setelahnya, tepatnya tahun 2015 di saat umur sudah menginjak kepala 3, saya dihadapkan dengan dua pilihan, apakah saya akan meneruskan bekerja di tempat kerja saat itu (kuli), ataukah keluar dari zona nyaman dan menjadi blogger lepas.

Baca Juga : 6 Alasan Yang Memaksaku Jadi Full Time Blogger! Berat Gak Sih?

Di waktu transisi tersebut, saya membuat lamaran kerja di Jakarta dan ada panggilan wawancara. Dan berangkatlah saya untuk menghadapi wawancara tersebut. Jenis pekerjaan yang saya ambil pun berhubungan dengan writing atau kepenulisan.

Mungkin saya terlalu PD kali ya, hingga saya segitu beraninya melamar job tersebut dan akhirnya tidak diterima. Padahal saat itu kemampuan menulis saya masih sangat cetek.

Saat proses wawancara tersebut, saya nginep di kontrakannya selama mungkin 3 mingguan. Dan di situ saya merasa sangat tertolong karena dikasih fasilitas menginap gratis. Padahal sewa kontrakannya aja lumayan mahal perbulannya. Bahkan ia sering kasih makanan ke saya dan sama sekali tidak pernah etang-etung atau perhitungan.

Di tengah kebimbangan tersebut, saya menulis setiap hari. Karena sebelumnya pernah menang lomba blog, saya pun nulis lomba dan pernah menang saat itu. Saat itu saya belum kenal content placement atau review, apalagi situs influencer seperti vira, mediabacklink atau rajabacklink.

Baca Juga : Berkali-Kali Dapat Job Nulis, Ini 5 Marketplace Backlink Yang Membayarku! Blogger Pemula Wajib Coba

Karena semakin lama tak kunjung ada panggilan kerja, saya pun mulai bingung. Karena setiap hari hanya ada di rumah, badan saya pun gemuk badan pegal-pegal. Namun saya sempat ditawari lowongan kerja di kantor deket tempat ia bekerja. Tapi saya tetap kekeuh pada pendirian saya.

Saya agak enggan untuk bekerja pada orang lain karena saya merasa diri saya bodoh. Takut nanti kalau salah-salah pas lagi kerja.

Dan akhirnya saya pun dengan tegas pulang membawa kemantapan hati bahwa saya akan hidup dari menulis, yang akhirnya bisa menghidupiku hingga sekarang.

Beberapa tahun setelahnya, saya sempat main ke kontrakannya untuk riset kepenulisan. Ya, senekat itu saya, cuma untuk riset artikel saja, saya sampai berani ke luar kota. Dan lagi-lagi saya dikasih izin untuk menginap di kontrakannya selama beberapa hari hingga riset selesai.

Beberapa waktu kemudian, saya menanyakan kabarnya lewat WA dan saya kirimkan satu dus makanan untuknya. Dia pun berterima kasih dan dia mengirimkan balik t-shirt untuk saya tanpa sepengetahuan saya.
Saya sangat berterima kasih padanya atas semua kebaikannya. Karenanya, saya menemukan passioan saya yang mengantarkan saya menjadi seperti sekarang ini. Padahal dia bukan saudara saya dan bukan siapa-siapa saya.

Saya jarang kontak lagi dengannya. Sekarang ia sudah menikah dan berumah tangga. Semoga kehidupanmu disana selalu lebih baik dan lebih baik. Tuhan akan membalas kebaikanmu.