Virus HIV/AIDS yang kita kenal dengan virus mematikan dan belum ada obatnya, ternyata awal pemicunya berasal dari kera di Afrika yang diburu dan dimakan dagingnya.

Virus nipah mematikan yang muncul di Malaysia hingga Bangladesh dan merupakan kerabat dari virus campak, juga berasal kelelawar yang berinteraksi lewat hewan babi.

Munculnya virus nipah ini disebabkan karena kerusakan hutan secara langsung. Virus dengan angka kematian 40-75% ini menyerang saraf dan otak.

Informasi tentang virus Nipah

Lalu ada yellow fever yang terjadi pada 1990 silam di Amerika Selatan, juga terjadi karena pembangunan panama canal dan mengakibatkan 22.000 orang meninggal, dan menyebar hingga ke Kenya. Menurut penelitian, penyakit ini juga disebabkan karena habitat hutan yang menyempit.

Informasi tentang yellow fever

Berikutnya ada virus Ebola yang membunuh 11.000 orang pada 1976 di Afrika Barat sepanjang 2014-2016, juga diduga oleh hewan kelelawar dan hewan lainnya walaupun transmisi penyebarannya masih sulit dipahami.

Informasi tentang virus ebola

Hai teman, pada 4 Juni 2021 lalu saya mengikuti webinar bertemakan karhutla atau kebakaran hutan dan lahan yang dihubungkan dengan pandemi covid-19 saat ini. Dengan menghadirkan narasumber yaitu Dokter Alvi Muldani dan Mas Deddy yang merupakan ahli kehutanan.

Webinar-cegah-karhutla-vs-pandemi

Webinar-karhutla-vs-pandemi

Webinar karhutla vs pandemi

Beberapa kawan blogger yang tinggal di sekitar daerah karhutla pun bercerita. Bahwasanya mereka sering merasakan ketidaknyamanan tinggal di daerah yang sering terkena asap tersebut.

Seorang blogger asal kalsel bercerita tentang anaknya yang dalam tempo 3 bulan terkena ispa akibat kabut asap kebakaran hutan. Bahkan anak dari seorang temannya juga selalu standby di rumah dan harus selalu menggunakan air purifyer karena kabut asap di luar begitu pekat, sampai berwarna merah.

Kemudian ada juga blogger asal kalbar yang bercerita mengenai warganya yang sampai ketakutan untuk berladang karena hukum lebih sensitif pada rakyat biasa. Mendengar hal demikian, saya merasa sangat iba sekali. Beruntunglah saya tinggal di Pulau Jawa.

Bicara soal kerusakan hutan memang tidak ada habisnya. Setiap tahun selalu ada saja kebakaran hutan. Kabar heboh yang kemarin saya dengar yaitu mengenai kebakaran hutan di Papua yang diduga dilakukan oleh negara asing.

Hal paling miris yang saya dengar saat webinar adalah saat hutan masyarakat di Papua dihargai 7.000 per hektar. Ya masa ada tanah luasnya seheketar tapi dihargai seperti bawang merah ¼ kg di pasar saja? Miris sekali.

Kebakaran hutan di kalteng

Dan tentu saja itu sangat tidak sebanding karena hutan adalah rumah mereka dimana mereka mencari sumber makanan dan obat-obatan. Terlebih jika nanti hutan terjadi kebakaran baik disengaja atau tidak.

Dan sayangnya banyak kasus karhutla disebabkan faktor kesengajaan karena akan diubah menjadi hutan tanaman industri. Dari kebakaran hutan tersebut, mereka masyarakat adat dan banyak orang lain yang tinggal di daerah lain, dan bahkan warga negara lain juga akan menjadi korban karena asap bisa cepat berpindah.

Asap inilah yang akan menyebabkan penyakit dan menggangu kehidupan manusia. Karena asap, banyak aktivitas terganggu. Bahkan seorang rekan webinar lain dari sumsel bercerita kalau ditempatnya, jarak pandang pernah hanya 2 meter. Itu artinya asap sangat tebal dan sangat sesak di dada pastinya.

Ia juga menambahkan, karena asap, masyarakat memang jadi terbiasa. Namun banyak dari mereka yang sejak muda sudah menderita penyakit seperti asma misalnya. Yang bikin kasihan itu mereka yang masih balita dan anak-anak. Egois sekali pokoknya perusak hutan.

Kebarakaran hutan bukan hanya terjadi saat pembukaan lahan. Tapi ada banyak faktor lainnya. Cerita lain dari peserta webinar yaitu kalau di tempat ia tinggal pernah terjadi pembakaran hutan karena akan dibangun perumahan. Padahal pohon yang tumbuh enggak banyak-banyak amat, tapi dibakar. Orang sekitar yang mau negur juga agak gimana gitu karena tidak punya hak. Lagian mereka yang membakar juga disuruh.

Tapi kenapa mereka tidak memikirkan efeknya ke polusi ya? Yang untung itu mereka para developer, tapi asapnya menimbulkan penyakit dan merugikan orang banyak.

Karhutla adalah Bencana tahunan berulang. Karhutla yang terjadi dua tahun lalu adalah salah satu yang paling mengkhawatirkan selama 2 dekade terakhir. Data dari pemerintah menunjukkan, sebanyak 1,6 juta hektar hutan dan lahan hangus dilalap api dan menjadi yang terparah sejak 2015 . Hal itu juga memanaskan hubungan diplomatik karena penerbangan ditutup. Bahkan kabar di berita pernah saya dengan kalau asap sampai ke negara tetangga.

Karhutla juga menjadi penyumbang emisi GRK (Gas Rumah Kaca) terbesar di dunia dan menjadi sorotan dunia. Kemarau panjang diduga penyebabnya. Tapi saat musim tanpa kemarau panjang pun tetap terjadi. Hal itu disinyalir jika manusia adalah faktor utamanya.

Fenomena kebakaran hutan 2001-2019

2015 dan 2019 adalah tahun terjadi kebakaran hebat. Namun walaupun 2019 lebih kecil, ternyata emisi karbon yang dihasilkan relatif sama dengan yang 2015. Provinsi yang mengalaminnya juga hanya itu-itu saja yang memiliki karakteristik industri berbasis lahan. Seperti Sumsel, Kalteng dan Papua. Apalagi jika tanahnya merupakan gambut. Tanah gambut itu mudah terbakar karena apinya menjalar ke dalam. Sehingga asap yang dihasilkan lebih banyak.

Beberapa penyebab kebakaran, misalnya seperti pembukaan lahan untuk HTI atau Hutan Tanaman Industri, pembukaan kompleks perumahan seperti di atas saya jelaskan, dan juga karena banyak hal lainnya. Misal seperti petir, perburuan, penggembalaan, aktivitas vulkanis, dan groundfire.

Informasi penyebab dan dampak karhutla 

Untuk perburuan, mereka sengaja membakar hutan agar rumput bisa tumbuh sehingga rusa atau binatang buruan datang sendiri dan memudahkan perburuan. Lalu ada juga penggembalaan. Ini mungkin sama polanya dengan perburuan.

Kemudian ada juga konflik lahan karena mungkin tidak suka, terus dibakar. Aktivitas lain bisa disebabkan seperti membuang puntung rokok dihutan dan menyebabkan kebakaran. Kebakaran 2015 yang menjadi hutan tanaman industri hampir 400 ribu hektar (lihat garis biru pada gambar di bawah). Artinya kebakaran hutan yang terjadi ada unsur kesengajaan.

Informasi kebakaran hutan

Akibat dari kebakaran hutan ini tentu beragam. Untuk kesehatan itu pasti menggangu. Seperti diatas banyak saya sebutkan.

Untuk hal lain misal seperti hilangnya habitat dan juga populasi tumbuhan dan satwa liar. Karena habitat rusak, mereka akan masuk ke pemukiman dan membaur dengan manusia hingga menimbulkan penyakit.

Untuk faktor pendidikan, sekolah-sekolah sering diliburkan karena asap. Kalau menurut cerita peserta asal sumsel, belajar dan bekerja dari rumah itu sudah ia lakukan sejak 2014 karena asap.

Kemudian yang paling bikin ngeri adalah pemanasan global seperti yang saat ini terjadi. Kemarin baru saja kita melewati musim hujan yang cukup lama sekali, yang mengakibatkan banyak kota di Indonesia yang sebelumnya tidak pernah kena banjir, jadi kena banjir juga.

Hal itu diduga karena perubahan iklim. Namun mungkin yang lebih mengerikan adalah jika musim kemarau berkepanjangan, apa yang akan terjadi? Apakah terjadi kelangkaan air yang begitu ekstrem? Semoga tidak.

Suhu bumi kita saat ini sudah naik 1,1 derajat celcius. Nanti jika sudah naik sampai 1,5 derajat celcius, maka akan terjadi banyak bencana. Seperti kekeringan dan musnahnya berbagai mahluk hidup seperti terumbu karang, yang tidak dapat dikembalikan lagi. Cerita mengenai perubahan iklim bisa baca di sini

Dan kabar buruknya adalah karena trend deforestasi kini mulai bergeser dari arah barat, menuju ke tengah, hingga kini mulai bergeser ke arah timur. Seperti Papua yang saat ini paling beresiko kehilangan hutan.

Kerusakan hutan dan lahan lewat pembakaran bukan hanya berakibat buruk untuk kesehatan, tapi aset negara seperti illegaloging juga termasuk.

Dan sayangnya hampir ada 1,3 juta kawasan hutan di Papua saat ini dilepaskan untuk perkebunan. Nah, dari 1,3 juta hektar sudah hampir 500 ribu hektar yang hilang dan menjadi tanaman. Jadi kalau tidak mau timbulnya bencana lagi, mari bersama-sama kita stop aktivitas ini.

Informasi pelepasan hutan

Untuk itu, beberapa hal bisa dilakukan untuk mencegah kebakaran diantaranya seperti :

1. Memperluas monatorium hutan dan gambut.
2. Meningkatkan pengegakkan hukum
3. Restorasi hutan dan gambut terdegradasi
4. Mendukung komunitas pemadam kebakaran dan kapabilitas pemantauan
5. Membangun infrastruktur hidrologis dan mendorong kapasitas respon dini
6. Dan yang keenam yaitu memberi insentif ekonomi untuk tidak membakar

Nah, dari rusaknya hutan akibat pembakaran atau cara yang tidak benar ini dapat menimbulkan berbagai macam penyakit hingga pandemi. Seperti rangkuman yang diambil dari penjelasan oleh Dokter Alvi berikut ini.

Hubungan antara rusaknya hutan dengan penyakit seperti penyakit zoonosis tentu saja ada. Seperti diawal paragraf saya tuliskan. Zoonosis adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia melalui berbagai transmisi.

Misalnya seperti perburuan kera di Afrika yang dimakan dagingnya hingga menimbulkan virus HIV/AIDS. Atau virus nipah dari Malaysia yang disebabkan oleh kelewar yang berinteraksi dengan hewan babi.

Pandemi covid-19 ini juga diduga transmisi penyebarannya berasal dari hewan ke manusia karena dipaksa meninggalkan habitatnya, dikarenakan rusaknya hutan sebagai tempat tinggal mereka.

Informasi sudut pandang covid dari sudut pandang lingkungan

iKalau banyak kabar yang beredar terutama saat wabah ini menyerang awal 2020 lalu, penyakit ini berasal dari mamalia kelelawar lalu ke hewan intermediate yaitu pangolin (trenggiling), kemudian ke manusia. Dokter Alvi juga mengatakan jika hampir semua penyakit awalnya dari hewan.

Beberapa pemicu pandemi diantaranya seperti :

1. Organisme spesifik yang telah berada bersamaan dalam beberapa ribu tahun, namun tidak menimbulkan penyakit.

2. Kontak makhluk liar/hewan liar dengan manusia dengan cara :

a. Domestikasi. Sebagai contoh perdagangan hewan liar seperti babi hutan atau ular yang masih saja ada orang yang memakan dagingnya. Di Indonesia ada lho seperti ini.

b. Habitat hewan liar terganggu. Harusnya hewan liar berada dihabitatnya. Namun karena rusak maka virus pada hewan tersebut dapat bertransmisi hingga ke manusia dan menimbulkan penyakit. Seperti kelelawar ke pangolin atau trenggiling, kemudian ke manusia. Atau kera ke manusia seperti yang terjadi di Afrika.

Proses transmisi ini bisa terjadi karena rusaknya hutan karena berkurangnya ruang gerak mereka hingga ke pemukiman manusia. Harusnya mereka mencari makan di dalam hutan, tapi karena rusak, mereka masuk ke pemukiman manusia. Atau bisa juga lewat perdagangan hewan liar.

Penularan virus ini juga dipercepat dengan berbagai cara. Seperti perjalanan udara menggunakan pesawat. Kemudian urbanisasi yang membuat sekelompok orang berkumpul, semisal dari desa ke kota untuk bekerja. Dan perubakan iklim.

Perubahan iklim ini sendiri dapat terjadi karena rusaknya hutan itu sendiri. Hutan yang rusak menyebabkan panas bumi meningkat. Akibat panas bumi, hal ini juga berpengaruh ke pergerakan hewan yang membawa penyakit.

Di Amerika utara bagian conecticut dan new hampshire sana ada penyakit namanya lime deseases yang hanya ada di daerah itu saja. Namun penelitian akhir-akhir ini sudah naik ke bagian Canada. Hal itu juga diduga karena perubahan iklim.

Nah, sebelum pandemi covid-19 ini, dulu sekali juga pernah terjadi pandemi-pandemi lain. Dimulai dari athenian plague, justinian plague, black death yang paling mematikan pada tahun 1347 lalu yang disebakan oleh bakteri oleh tikus.

Kemudian cholera, spanish influenza yang merupakan pandemi paling kejam dan membunuh 1/3 penduduk dunia. Kemudian HIV/AIDS yang ditimbulkan oleh simpanse di Afrika, dan mulitple pandemic. Berikut grafiknya.

Informasi timeline pandemi

Berikut di bawah adalah daftar penyakit lengkap dengan jumlah kasus dan perincian lainnya yang merupakan pandemi dan epidemi yan rata-rata merupakan penyakit zoonosis.

Informasi timeline pandemi lebih lengkap

Berberapa penyakit zoonosis seperti HIV, Ebola, Salmonlellosis, dan juga covid-19 ini. Nah, kemudian bagaimana sih cara mencegahnya ? 

Menurut dokter Alvi, beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk pencegahan, yang pertama yaitu cuci tangan dengan sabun karena kebanyakan virus menular melalui tangan. Dan tentu saja ada keterkaitan antara kerusakan lingkungan seperti kebakaran hutan dan lahan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

Dari pembahasan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa kerusakan lingkungan menjadi penyebab terjadinya berbagai macam penyakit penyebab pandemi. Saat habitat hewan liar pemilik patogen terganggu, ruang gerak mereka akan semakin sempit yang memaksa mereka masuk ke pemukiman manusia.

Konservasi hutan adalah salah satu cara yang bisa dilakukan agar hutan kembali asri untuk mencegah rusaknya habitat hewan dalam hutan. Menurut Mas Deddy, cara mendukung stop kerusakan hutan juga bisa dengan tidak membeli produk yang mendukung kerusakan tersebut.

Akhirnya, lingkungan yang sehat dan terjaga akan membuat hidup kita lebih sehat. Sebaliknya, saat linkungan rusak, alam rusak, keseimbangan alam pun terganggu, hingga datanglah suatu penyakit penyebab pandemi berkepanjangan.