Kisah selembar foto yang penuh cerita haru
Terkait sebuah foto, saya punya cerita mengharukan tentang keluarga saya. Dulu sekitar tahun 1992, waktu itu umur saya baru 5 tahunan, keluarga saya pergi transmigrasi ke Kalimantan bersama Bibi dan tetangga tetangga lainya.
Namun kepergian transmigrasi ini adalah kepergian yang tidak di inginkan alias terpaksa karena Bapak saya ingin sekali kesana. Tujuanya tentu mulia, yaitu agar masa depan anak anaknya terjamin. Karena disana kami diberi jatah tanah yang sangat luas untuk bercocok tanam. Padahal kehidupan kami di Jawa sudah cukup baik.
Waktu itu Ibu saya berdagang di pasar dan sudah cukup menghidupi keluarga. Namun karena beda pendapat dan cara berpikir, akhirnya Ibu saya mengalah dan akhirnya kami berangkat juga.
Baca Juga : Tentang Seorang Teman Berhati Malaikat yang Mendukung Karir Blogku
Saya masih ingat ketika Ibu saya selalu menangis di dalam mobil saat akan berangkat. Selain karena memang menolak kepergian ini, 2 anaknya yaitu kakak saya di tinggal di Jawa karena memang tidak mau ikut. Selain itu juga karena memang mereka masih sekolah.
Jadi saya ini 6 bersaudara, yang ikut transmigrasi 4 orang dan 2 lainya di tinggal di Jawa. Saya yang waktu itu masih 5 tahun belum terlalu paham tentang arti kepergian ini.
Dan saat kami berangkat, 2 Kakak saya tidak tahu jika kami akan pergi ke Kalimantan. Mereka pun menangis sejadi jadinya karena sangat sedih harus berpisah dengan orang tua dan adik adiknya.
Baca Juga : 6 Alasan Yang Memaksaku Jadi Full Time Blogger! Berat Gak Sih?
Saat itu kakak saya yang perempuan sedang main di rumah teman, dan kakak saya yang laki laki sedang bekerja. Oleh seorang tetangga, mereka di kabari dan di suruh pulang bahwa keluarganya akan pindah ke Kalimantan.
Sambil pulang mereka terus menangis karena tidak mau berpisah dengan keluarganya untuk waktu yang tidak tentu dan entah pulang atau tidak. Apalagi kepergian tersebut tanpa sepengetahuannya. Tentunya semua orang pasti akan sedih jika harus berpisah dengan keluarganya.
Untuk biaya transmigrasi, orang tua kami menjual tanah sebagai bekal perjalanan dan biaya hidup sebelum memiliki penghasilan disana.
Baca Juga : Ditanya Calon Mertua Apa Kerjaanmu ? Berikut 23 Hal Enak dan Gak Enaknya Jadi Freelancer
Perjalanan kami menggunakan kapal feri besar. Dalam perjalanan, kami mengalami 2 musibah. Pertama, kapal kami kandas di tengah lautan. Semua penumpang pun panik, namun akhirnya kapal bisa melaju kembali.
Kedua, kapal kami terancam ternggelam karena lubang air yang ada lantai dasar kapal terbuka oleh orang yang entah di sengaja atau tidak, sehingga air laut masuk kedalam dalam kapal. Jika di ibaratkan mungkin seperti film titanic.
Disitu kami dan semua penumpang merasa sangat ketakutan setengah mati untuk yang kedua kalinya. Bapak Ibuku pun lansung teringat dengan 2 anaknya yang di tinggal di Jawa. “Bagaimana jika kami tak selamat, bagaimana dengan 2 anaku yang ada Jawa” pikirnya dalam ketakutan. Beruntunglah karena akhirnya lubang tertutup kembali dan akhirnya kami semua selamat.
Sesampainya di kalimantan, Ibu saya tidak betah karena ternyata suhu udara disana sangat panas. Panas sekali sampai membakar sulit. Selain itu rumah kami juga bukan beralaskan tanah, namun kami tinggal di rumah panggung yang bawahnya merupakan sawah yang di genangi air pasang surut air laut.
Aliasnya, kami hidup di atas air. Dan sebelumnya kami tidak tahu jika ternyata rumah kami diatas air. Tinggal di atas air itu sangat tidak betah.
Seperti diatas saya tuliskan, disana kami di beri tanah yang sangat luas untuk bercocok tanam. Namun karena sawah tersebut merupakan sawah pasang surut, selama kami tinggal disana, sawah kami belum pernah panen, karena setiap kali akan panen, padi tenggelam oleh air.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah, waktu itu kakak perempuan saya yang sedang menggendong adik saya yang masih balita, jatuh terpeleset dan adik saya tenggelam. Untung saja Ibu saya melihat dari kejauhan dan segera menolongnya. Akhirnya nyawa adik saya terselamatkan. Pokonya dramatis sekali waktu itu.
Mengetahui hal tersebut, Ibu saya selalu menangis dan khawatir. Terlebih karena Ibu saya sering pergi keluar rumah untuk bekerja, sehingga tidak bisa selalu mengawasi anak anaknya.
Karena khawatir hal itu terjadi lagi, akhirnya kami di Kalimantan hanya beberapa bulan dan pulang ke tanah Jawa. Namun Bapak dan kakak perempuan saya tidak ikut, mereka tinggal agak lama disana.
Sesampainya di Jawa, kami berfoto bersama keluarga dan mengirimkan foto tersebut ke Bapak dan kakak saya yang masih disana. Melihat foto tersebut, kakak saya selalu menangis merengek ingin pulang karena kangen ingin bertemu Ibu dan adik kakaknya.
Mendengar keluhanya, Bapak saya jadi ikut menangis pula. Hingga akhirnya mereka berdua pulang kembali ke tanah Jawa dan berkumpul bersama sekeluarga. Ah senangnya karena akhirnya kami bersatu lagi. Karena sebuah foto, keluarga kami bersatu kembali.
Terimakasih sudah membaca artikel ini.
Wah petualangannya mengharukan sekali mas. Gimana rasanya jauh dari orang tua, bahkan lintas pulau. Kalo cerita transmigrasi, saya jadi ingat sama paman saya yang dulu juga pernah kesana. Kalo denger ceritanya, ngenes banget deh… Itu lubang di kapal gimana nutupnya lagi??
Keren reviewnya lengkap dan jelas… Saya juga ikutan loh…
Lubangnya berhasil ditutup Mas, dan selamatlah kami semua
Dini hari baca ceritanya Mas Amir, saya sampai nggak jadi ngantuk. Itu pengalaman yang di kapal kok bisa horor gitu ya. Alhamdulillah ya, akhirnya sekeluarga bisa kumpul kembali…
Iya Mbak, takut juga waktu itu, tapi alhamdulillah selamat
Ini dia tulisan kena banget. Pokoknya mantab mas, pengalaman pribadi yang mengharukan…
Trimakasih Mbak Arda 🙂
Kisah keluarga yang bikin sedih. huhuhu.. kebayang deh rasanya jadi kalian semua, terpisah seperti itu. Apalagi ada drama-drama setelahnya.
Bicara transmigrasi memang tak semua indah. Orang2 jawa terbiasa hidup di lingkungan yang relatif aman, tiba2 bergelung dengan air, terik, belum lagi warga lokal sana.
Btw, saya setuju, foto digital memang tak bisa awet. meski banyak yang menitipkan foto di medsos… kita tak tahu akan jadi apa kelak.
Iya Mbak, dramatis sekali waktu itu. Sedih sekali karen takut berpisah dengan keluarga untuk waktu yang tak di tentukan
Ternyata transmigrasi butuh modal juga ya? Saya kira cm sekedar bawa badan karena pemerintah udah jamin rumah dan lahan untuk bercocok tanam
Itu idphotobook murah bener…kurang dr 100 rb udah bisa cetak yg mini. Ckckck
Butuh modal banyak Mbak, sampe jual tanah segala
Kisahnya mengharukan Mas..
Aku lagi merencanakan buat cetak foto Mas.. Lagi pilih2 foto yg berserakan di laptop. Artikelnya lengkap & keren.. Gutlak Mas..
Trimakasih, sukses juga buat Masnya
pertualangan yang mengharukan mas
alhamdulillah sekarang kluarganya bisa berkumpul lagi
Iya Mas. Hidup di tanah kelahiran memang lebih nyaman
Kisah yang mengharukan Mas Amir….
Bagi saya IdPhotobook itu bisa jadi solusi untuk merawat kenangan…:)
Iya, idphotobook bisa menjaga kenangan kita dengan gaya yang lebih futuristic
cara mesennya gampang dan hasilnya bagus banget ya mas. jadi pengen buat photobook anakku. kan keren ya.
Iya Mas, lewat WA bisa banget
sukses mas amir buat lomba nya 🙂
Trimakasih Koh Deddy 😀
Keren kang Amir cerita dibalik fotonya bersejarah banget.
Aku juga punya beberpa foto jadul pengen di jadiin foto book gitu deh 🙂
Nanti aku mau coba bikin satu buat pernikahanku, walau entah kapan wkwk
Ya begitulah Mas saya dulu, namun ternyata takdir yang membuatku tetap tinggal di Jawa. Trimakasih sudah berkunjung. Moga cepat terlaksana cita cita mulianya 😀
memang keren bahasannya. menjiwai dan mengalami ini. Mantap Mas. terus berbagi.
Trimakasih Mas 😀
bagus ceritanya mas Amir