Image by Heike Frohnhoff from Pixabay
Ini kisah tentang kakak kandungku yang menderita sakit hingga 2 tahun dan sembuh hanya dengan pijat.
Jadi Abangku adalah seorang tukang kayu yang sudah mulai nukang sejak umur belasan tahun. Ia memang cukup pandai dan kreatif. Di usianya yang masih belasan, ia sudah bisa membuat perabotan rumah tangga secara otodidak. Padahal dulu belum ada internet. Hanya bermodalkan angan-angan saja, ia bisa melakukannya. Dari mulai meja hingga bipet (lemari besar tempat menaruh perabotan dapur dll). Ia membuatnya sendiri.
Karena kesehariannya bergelut dengan kayu dan kayu, hingga suatu waktu ia disuruh mengangkuti kayu oleh pamannya tempat ia bekerja. Nah, dari pekerjaan itulah, dia mulai merasakan sakit di pinggangnya.
Sebagai usaha, ia pun sudah banyak sekali mengunjungi dokter. Dari dokter umum hingga dokter spesialis. Sudah berapa banyak biaya yang keluar. Pernah ia keluar sampai 350 ribu sekali berobat. Dan saat itu masih tahun 2004 yang mana uang segitu masih sangat banyak kursnya jika dibandingkan sekarang. Mungkin sekitar 1 jutaan. Dan selama 2 tahunan, ia terus berobat.
Oleh dokter, ia pernah divonis sakit infeksi saluran kencing, ginjal, dll. Dan obatnya pun karena ia tidak menderita sakit tersebut, maka setelah diminum, yang ada badan jadi tidak karuan. Ia pernah sampai pasrah jika nyawanya diambil sang Maha Kuasa karena sakit yang tak tertahankan. Badan kurus sekali dan mata sampai cekung. BAB-nya sampai seperti pipilan jagung.
Oleh dokternya, ia bahkan dilarang makan nasi. Tidak heran jika badannya sangat kurus dan ceking karena tak ada gizi di tubuhnya. Padahal sebenarnya boleh karena memang ia tidak menderita semua penyakit yang divonis dokter.
Setelah penantian panjang mencari kesembuhan, seorang kerabat memberi tahu Ibu saya untuk coba memijatkannya kepada seorang Ibu tua bernama Mbah Yasmin di kecamatan sebelah. Sebelumnya ia sudah pernah pijat sih, tapi belum berjodoh. Dan kali ini jodoh.
Setelah dikasih tahu, Ibu saya pun bergegas membawa Abang saya ke rumah Beliau menggunakan angkot dan membayar 10 ribu untuk 2 orang. Setelah sampai sana, Abang saya dipijat oleh Mbah Yasmin. Sekarang entah masih sehat atau enggak.
“Alah alah, kiye sing lara. Wong anu kecetit ndarani penyakit werna-werna. Wis berobat mengendi bae”
(Alah alah, ini yang sakit, orang cuma kecetit doang, dikira sakit macem-macem. Sudah berobat kemana saja?)
Ibu saya pun menjawab kalau ia sudah berobat kemana-mana, tak terhitung berapa dokter dikunjungi, tapi belum juga sembuh. Dan setelah dipijat, wajah Abang saya memerah.
“Gimana rasanya?” tanya ibu saya
“Enak Yung”
Biyung adalah sebutan untuk Ibu, begitu kami memanggilnya.
Oleh Simbah, kemudian ia disuruh makan nasi dengan lauknya. Dan dikasih rokok pula karena abang saya merokok. Tapi Ibu saya melarang karena oleh dokter tidak diperbolehkan.
“Ampun Mbah, boten saged nedi kados niku?” (Jangan Mbak, tidak boleh makan makanan yang seperti itu)
“Alah, mengko nek ana apa-apa, aku sing tanggung jawab” (Alah, nanti kalau ada apa-apa, saya yang tanggung jawab” Jawab Neneknya.
Setelah dipijat dari rumah Mbah Yasmin, Abang saya masih kembali berkunjung. Kalau tidak salah sampai 3 kali. Dan kunjungan pertama ia hanya kasih petukon kinang ( ibaratnya uang terima kasih) 25 ribu. Dan sekarang Abang saya sudah sembuh hanya dengan pijat doang.
Hai teman, mencari kesembuhan dari sakit kadang seperti kesandung kesrimpet tidak karuan. Kita berobat kemana-mana hingga ke ujung dunia sekalipun, ternyata obatnya ada di sebelah rumah kita. Itulah kenapa manusia harus berusaha semaksimal mungkin. Jangan pernah putus asa karena Tuhan tahu kapan waktu yang tepat memberikan rezeki pada kita.
Dari cerita di atas, bisa disimpulkan, jika kita sakit, obatnya tidak harus ke dokter. Karena pastinya bahan kimia yang masuk dalam tubuh kita akan memberikan efek samping. Jika sekiranya bisa diikhtiarkan tanpa obat, kenapa harus obat.
Contoh lainnya yaitu seperti Kakak perempuan saya. Saat kecil ia seringkali buang air kecil tanpa terkontrol dalam jarak waktu yang dekat. Setelah di pijatkan, ia pun sembuh. Nah, itu saja cerita dari saya. Terima kasih semoga bermanfaat.
Kang Amir, boleh diinfo alamat mbah tukang urutnya? Maturnuwun
Halo kak, btw ini sudah lama kejadiannya, sekitar 2004. Saya gak tau kalau mbahnya masih ada apa enggak. Lokasinya di Karanggayam Kebumen.