Web Hosting

Hai teman, ini adalah cerita perjalananku mengunjungi hutan Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah. Satu-satunya hutan yang tersisa sebagai paru-parunya Jawa Tengah. Hutan ini masih sangat alami dan terjaga kelestariannya.

Saya menuliskan cerita ini karena terinspirasi dari lagu “Dengarkan Alam Bernyanyi” karya LALEILMANINO with Chicco Jerikho, Hivi! & Sheila Dara. Menurutku lagu tersebut pas sekali dengan kondisi hutan Petungkriyono yang masih alami dan menjadi satu-satunya hutan tropis di Jawa Tengah ini. Di bawah ini adalah video tersebut dan juga liriknya.

Bila kau ada waktu lihat aku di sini
Indah lukisan Tuhan, merintih ingin kau kembali
Beri cintamu lagi

Bila kau jaga aku, kujaga kau kembali
Berhentilah mengeluh, ingat kau yang pegang kendali
Kau yang mampu obati, sudikah kau kembali

Reff:
Pandanglah indahnya biru yang menjingga
Simpanlah gawaimu hirup dunia
Sambutlah mesranya bisik angin yang bernada
Dengar alam bernyanyi

Bila kau lelah dengan panasnya hari
Jagalah kami agar sejukmu kembali
Bersatulah hajar selimut polusi
Ingatlah hai wahai kau manusia
Tuhan menitipkan aku
Digenggam tanganmu

Reff:

Pandanglah indahnya biru yang menjingga
Simpanlah gawaimu hirup dunia
Sambutlah mesranya bisik angin yang bernada
Dengar alam bernyanyi

Dengarkanlah bisik mesra alam bernyanyi
Bawa canda dan riang tawa untuk dunia

Ohh, gunakan telinga hati
Cobalah dengar nyanyian kami, oh…
Bayangkanlah hidupmu bila tak ada kami

Reff: 2x
Pandanglah indahnya biru yang menjingga
Simpanlah gawaimu hirup dunia
Sambutlah mesranya bisik angin yang bernada
Dengar alam bernyanyi

Lagu tersebut menggambarkan begitu indahnya hutan kita yang masih tersisa, yang sekaligus mengajak kita untuk peduli. Pada beberapa baris lirik lagu tersebut menyiratkan pesan bahwa bila kita menjaga hutan, maka hutan pun akan menjaga kita, dengan cara memberikan sumber daya oksigen yang cukup untuk kita manusia. Serta menyerap karbondioksida penyebab perubahan iklim. Karena manusialah yang mampu melakukan perbaikan jika hutan terjadi masalah.

Dan, ini adalah cerita saya berkunjung ke hutan Petungkriyono Pekalongan.

Jadi pada 2017 lalu, saya berkesempatan mengunjungi hutan Petungkriyono Pekalongan. Kesempatan ini saya dapatkan karena saya masuk menjadi finalis konten kreator untuk mempromosikan keindahan Petungkriyono bersama para kawan blogger dan konten kreator lainnya, yang diadakan oleh dinas pariwisata Kabupaten Pekalongan. Tentu saja kesempatan ini saya ambil karena merupakan pengalaman berharga.

Untuk menuju ke sana, saya berangkat dari Gombong menuju ke utara melewati Banjarnegara dengan menorobos hutan pinus yang kontur jalannya naik turun dan berkelok-kelok. Udaranya juga sangat dingin. Saking dinginnya sampai tidak bisa menahan buang air saat di jalan. Untung saja dipertengahan jalan ada toilet umum dan warung untuk berhenti sejenak.

perjalanan-menuju-hutan-petungkriyono-pekalongan

Ini foto saat saya berhenti karena udah gak tahan karena sangat dingin(kanan). Foto kiri adalah pemandangan kanan kiri berupa hutan pinus. Tidak ada rumah dan jalanan yang sepi. 

Sumpah ini dingin banget. Mungkin suhunya bisa satu derajat celcius seperti di Dieng. Apalagi karena saya naik motor dan kena angin, udara menjadi semakin dingin. Di jalan pun sepi banget enggak ada rumah warga yang terlihat. Yang ada hanya hutan pinus di kanan kiri, tak ada bengkel atau warung, atau penjual bensin.

Yang ada di pikiran saya saat itu yaitu jika motor mogok atau kehabisan bensin, entah apa jadinya. Karena saya melihat orang mendorong motor besar di tanjakkan. Mungkin karena kehabisan bensin atau mogok. Yang pasti itu sangat merepotkan. Motor gede, gitu.

Saya juga berpikir kalau tiba-tiba ada kucing besar muncul dari semak-semak. Wah, gimata tuh? Namun sebelumnya saya sudah persiapan dengan mengisi bensin penuh karena saya tahu perjalanan akan sangat panjang.

Di tengah jalan jalan saya juga sempat berhenti sejenak menikmati keindahan sekeliling jalan yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Oiya, saya juga melewati jalur Dieng yang sangat nanjak dan dingin. Banyak tanaman sayur-sayuran seperti kentang dan wortel tumbuh disekeling jalan. Dan udaranyaa juga dingin.

perjalanan-menuju-hutan-petungkriyono-pekalongan-jawa-tengah

Foto saat lewat jalur Dieng. Udaranya sejuk dan pemandangan yang cukup menarik. 

Dari jalur menuju wisata Dieng, saya belok ke kiri menuju Pekalongan. Di sini kondisi jalannya ada beberapa titik yang masih bregal-bregol alias kasar. Namun saya merasa lega karena sudah terlihat rumah-rumah warga.

Sampai di Pekalongan pukul 13.00 dan berkumpul di Hotel Mandarin Oriental. Dan di hari berikutnya kami berkunjung ke hutan Petungkriyono. Ada 4 hal menarik saat berkunjung ke Hutan Petungkriyono, ini pembahasannya.

1. Masih banyak sekali pohon besar dan hewan liar

Dari hotel menuju ke Hutan, kami menggunakan bus, kemudian menyambung dengan angkot kecil bernama Anggun Paris. Saat tiba di pintu masuk hutan, kami disambut oleh Elang yang meliuk-liuk di angkasa. Sebelumnya saya belum pernah melihat pemandangan ini.

Melihat elang terbang, suasana menjadi sangat beda karena belum pernah mengalaminya. Setelah ngopi-ngopi sejenak, kemudian kami berjalan menerobos hutan Petungkriyono. Di perjalanan, kami melihat pohon yang sangat besar dan tinggi dan banyak akarnya, yang mungkin berusia ratusan tahun. 

angkot-gunung-paris-petungkriyono

Angkutan umum Anggun Paris dari Petungkriyono ke Kota Pekalongan yang melewati hutan. 

Saat kami di mobil, teman seperjalanan yang orang Pekalongan juga bercerita kalau ia pernah melihat macan di tengah jalan. Ia kemudian berhenti dan membiarkan lewat. Karena jika sampai bergerak, khawatirnya menjadi agresif dan menyerang. Selain macan, ada juga yang pernah melihat ular besar.

Oiya, saat berhenti di Curug Sibedug yang letaknya di tepi jalan, burung elang kembali muncul di atas air terjun bersamaan dengan drone yang sedang naik. Tentu ini menjadi pemandangan unik tersendiri karena orang yang lewat bisa menikmati keindahan air terjun yang letaknya di tengah hutan.

curug-sibedug-pekalongan

Pemandangan curug sibedug di tengah hutan Petungkriyono yang kebetulan ada elang yang sedang terbang beserta drone. Lokasinya yang dipinggir jalan menjadi tontonan tersendiri bagi mereka yang lewat.

Melanjutkan perjalanan, kami tiba di sebuah tempat wisata yang lokasinya di tengah hutan, dan saya sempat melihat melihat segerombolan kera Owa Jawa dari suara berisiknya di pepohonan. Warnanya hitam keabu-abuan dan bergelantungan di pohon. Hewan ini datang secara bergerombol dan memiliki ciri khas ada kelopak hitam di matanya. Namun tak sempat memotretnya karena kamera tak mendukung.

Owa Jawa ini termasuk hewan setia dan mereka hidup satu keluarga. Jika semisal owa jantan atau betina mati, maka pasangannya akan hidup sendiri hingga akhir masa hidupnya.

owa-jawa-hutan-petungkriyono

Kera owa jawa. Masih banyak hidup di hutan Petungkriyono Pekalongan. Hidup bergerombol dengan keluarganya, dan merupakan hewan yang setia pada pasangannya. 

Selain hewan di atas, hewan atau tumbuhan lain seperti lutung, kijang, macan kumbang, trenggiling, tumbuhan kantong semar, paku-pakuan, monyet ekor panjang, burung julang emas dengan paruh kuning, kera jenis rekrekan, pohon-pohon ukuran besar, juga masih hidup di sini. Jadi memang masih sangat alami akan flora dan faunanya.

Baca Juga : Pentingnya Menjaga Hutan Sebagai Sumber Pangan

Di tempat wisata ini saya juga sempat naik pohon yang ukurannya sangat besar dengan akar-akarnya yang besar. Pohon tersebut juga lengkapi tangga agar pengunjung bisa naik. Dan dibawahnya ada sungai welo yang jernih yang sekaligus menjadi arena wisata river tubing.

pohon-besar-dan-sungai-welo-di-hutan-petungkriyono-pekalongan

Pohon raksasa berusia ratusan tahun dengan akar-akarnya yang menjulang. Di bawahnya terdapat sungai welo dengan air yang jernih, serta menawarkan wisata river tubing. 

Nah, saat menuju air terjun Curug Bajing, ada satu hal unik yang saya lihat di jalan. Yaitu karena ada penduduk yang mencari belut di tepi jalan. Saya menyebutnya urek-urek. Saya heran saja karena biasanya itu dilakukan di sawah kalau di tempat saya. Tapi ini di gunung ko bisa ada? Mereka mencarinya di tepi jalan yang ada aliran airnya dan airnya cetek pula seperti mata air.

2. Merupakan laboratorium untuk konservasi dan penelitian

Hutan Petungkriyono adalah hutan yang berada di ketinggian 500-700 meter di atas permukaan laut dengan perkiraan luas sekitar 5.847,29 hektare (ha) per November 2020. Ekologi hutan ini selain bermanfaat pada hewan dan tumbuhan, juga bagi manusia itu sendiri. Kenakeragaman hutan ini juga masih terjaga kelestariannya walaupun berada di kawasan luar konservasi.

Selain sebagai sumber penghasilan seperti di bawah saya ceritakan, hutan ini juga berfungsi sebagai sumber penelitian maupun wisata religi. Itu karena di sini masih banyak tanaman langka yang masih terjaga kealamiannya. Aliasnya hutan ini juga berfungsi sebagai laboratorium untuk konservasi dan penelitian karena kaya akan flora dan fauna.

Baca Juga : Menimba Ilmu Pentingnya Melindungi Hutan demi Stop Perubahan Iklim Lewat Acara Eco Squad Blogger Gathering

3. Merupakan sumber penghasilan dan penghidupan warganya melalui pariwisata dan hasil hutannya

Nilai ekonomi dari Hutan Petungkriyono adalah dari pariwisatanya. Beberapa wisata paling populer di situ yaitu Curug Bajing dan Curug Muncar karena air terjunnya cukup besar dan tinggi. Saat berada si Curug Bajing, saya sendiri sempat naik sampai ke ujung Curug Bajing yang tingginya sekitar 70 meter ini. Alirannya cukup besar jika debit airnya banyak, terutama di musim hujan

Selain Curug Bajing, wisata sekitar Petungkriyono lainnya juga banyak. Seperti Curug Muncar, Curug Sibedug, Curug Muncar, Curug Sokokembang, Curug Bajing, Curug Lawe, Curug Sriti, Curug Kutis. Kemudian ada juga wisata alam dan religi seperti Kedung Sipingit, Welo River, Goa Macan, Pendakian Gunung Rogojembangan, Puncak Kendalisodo, Puncak Tugu, termasuk daerah wisata religi Situs Nogopertolo, Situs Gedong dan Makam Kyai Mojo Suta, dll. Dan selain dikunjungi wisatawan lokal, Petungkriyono juga sering dikunjungi wisatawan mancanegara.

Selain sumber penghasilan dari sektor pariwsisata, sumber daya alam berupa air dari hutan Petungkriyono juga menyumbang keberlangsungan hidup warga sekitar. Misal karena pembangkit listrik yang dibuatnya, membuat warga bisa menikmati listrik setelah sekian lama hidup tanpa listrik.

Beberapa sumber yang saya baca, suatu daerah di Petungkriyono baru di aliri listrik sekitar tahun 2018. Miris, bukan? Sementara di tempat lain sudah banyak daerah yang sejak lama sekali menikmati listrik.

Saat berada di Curug Bajing, di bawah air terjunnya juga terdapat pembangkit listrik untuk mengalirkan listrik ke rumah-rumah warga. Tentu ini sangat bermanfaat karena saat ini kita tidak bisa hidup tanpa listrik.

Salah satu pembangkti listrik yang ada Petungkriyono misalnya seperti Pembangkit Listrik Mikrohidro (PLTMH) Kayupuring yang berkapasitas 20 Megawatt (MW), yang mampu mengaliri listrik di 45 Kepala Keluarga (KK) atau rumah-rumah yang berada di dusun Sokokembang. Dan setiap warga hanya perlu membayar 20 ribu per bulan sebagai perawatan dan pengelolaan. (2018)

curug-bajing-pekalongan

Pemandangan curug bajing. Salah satu air terjun terbesar di Petungkriyono. Terdapat pula pohon parijoto. Jika dikonsumsi oleh Ibu hamil, dipercaya akan membuat good looking sang anak nantinya. Ada yang bilang bisa untuk promil juga.

Selain dari wisata, masyarakat sekitar hutan juga mendapatkan penghasilan dari tanaman kopi Owa. Dinamakan kopi Owa bukan karena hasil cernaan kera Owa Jawa, melainkan karena kopi ini didapat dari habitat alami kera Owa Jawa.

Produk yang dihasilkan yaitu kopi arabica dan robusta. Saat saya berkunjung, saya bertemu dengan salah satu warga pengelola Kopi, yaitu Bapak Tasuri. Nama kopi yang ia branding yaitu kopi Sokokembang karena berasal dari hutan Sokokembang di Petungkriyono.

Dan menurut informasi yang saya terima, kopi ini didapat asli dari kopi yang tumbuh liar di hutan sehingga alami tanpa bahan kimia. Untuk 200 gramnya harganya 200 ribu (2017). Selain kopi, ada juga gula semut dengan merk Aren Alas. Alas berarti hutan dalam bahasa Jawa.

kopi-sokokembang-Petungkriyono

Salah satu hasil hutan Petungkriyono berupa kopi. 

Dari cerita di atas bisa diambil kesimpulan bahwasanya hutan Petungkriyono masih terjaga kelestariannya, sesuai dengan makna lagu “dengar alam bernyanyi” di atas. Sehingga tak heran jika disebut paru-parunya Jawa Tengah.

Namun ada hal yang cukup membanggakan yaitu Dan masyarakatnya memililiki komitmen untuk menjaga bersama hutan. Jadi mereka ikut menjaga dan konservatif karena dapat memberikan penghidupan baginya.

Namun tentu saja, menjaga hutan bukan hanya tugas mereka yang tinggal di daerah sekitarnya, kita yang jauh dari hutan pun turut andil dan berkontribusi. Karena hutan berfungsi menjaga keseimbangan alam, seperti menyumbang oksigen dan mampu menyerap zat karbondiksida penyebab perubahan iklim.

Beberapa cara yang bisa dilakukan semisal dengan mengurangi penggunaan tisu dan kertas. Kalau kalian tahu, 15 rim kertas sama dengan satu pohon. Bayangkan jika kita terus menggunakan kertas atau tisu, seberapa banyak pohon yang ditebang?

Selain cara tersebut, bisa juga dengan tidak membuang sampah sembarangan, itu yang paling mudah dan sepele. Karena gas metana yang dikeluarkan dapat menimbulkan gas efek rumah kaca penyebab perubahan iklim.

Untuk saya sendiri tentu saja sudah dan masih terus dilakukan. Seperti membuat komposter untuk mengubah sampah jadi pupuk. Atau memilih bersepeda berkeranjang agar hemat bahan bakar dan menekan penggunaan plasti. Keranjang dalam sepeda bisa sebagai wadah menaruh barang-barang semisal kita yang habis membeli sesuatu di warung atau toko. Video lengkapnya bisa lihat di bawah ini jika video sudah tayang. 

Jadi, yuk sayangi bumi kita dari sekarang. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari karena harus hidup di cuaca yang tidak mendukung akibat ulah manusia itu sendiri Sebelum nasi menjadi bubur, mulailah aksi peduli lingkungan dari sekarang.

Tuliskan ini dipersembahkan sebagai bentuk kepedulian saya terhadap hutan Indonesia akibat dampak perubahan iklim, kolaborasi dengan blogger peduli lingkungan #EcoBloggerSquad